Penilaian Kinerja (Pengertian, Tujuan, Kriteria dan Metode)

Penilaian Kinerja (Pengertian, Tujuan, Kriteria dan Metode)

 

Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok dalam sebuah perusahaan untuk mengevaluasi dan mengomunikasikan bagaimana karyawan melakukan pekerjaan dengan cara membandingkan hasil pekerjaannya dengan seperangkat standar yang telah dibuat dalam suatu periode tertentu yang digunakan sebagai dasar pertimbangan suatu kegiatan.

 

Penilaian kinerja disebut juga sebagai evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, dan penilaian hasil. Penilaian kinerja adalah proses pengevaluasian kinerja, penyusunan rencana pengembangan, dan pengomunikasian hasil proses tersebut kepada karyawan itu sendiri. Penilaian kinerja merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator input, output, hasil, manfaat dan dampak.

Penilaian kinerja merupakan metode mengevaluasi dan menghargai kinerja yang paling umum digunakan. Penilaian kinerja dilakukan untuk memberi tahu karyawan apa yang diharapkan pengawas untuk membangun pemahaman yang lebih baik satu sama lain. Penilaian kinerja menitik beratkan pada penilaian sebagai suatu proses pengukuran sejauh mana kerja dari orang atau sekelompok orang dapat bermanfaat untuk mencapai tujuan yang ada.

Berikut definisi dan pengertian penilaian kinerja dari beberapa sumber buku:

  • Menurut Dessler (2015), penilaian kinerja adalah mengevaluasi kinerja karyawan di masa sekarang dan/ atau di masa lalu secara relatif terhadap standar kinerjanya.
  • Menurut Sastrohadiwiryo (2002), penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian/deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.
  • Menurut Mathis dan Jacson (2006), penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan.
  • Menurut Byras dan Rue (2006), penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi dan mengomunikasikan bagaimana karyawan melakukan pekerjaan dan menyusun rencana pengembangan kepada para karyawan itu sendiri.
  • Menurut Irianto (2001), penilaian kinerja merupakan suatu proses yang berkesinambungan untuk melaporkan prestasi kerja dan kemampuan dalam suatu periode waktu yang lebih menyeluruh, yang dapat di gunakan untuk membentuk dasar pertimbangan suatu tindakan.

Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja 

Penilaian kinerja digunakan untuk memberitahukan pada karyawan sejauh mana kinerja mereka dan imbalan yang akan mereka dapatkan. Penilaian kinerja juga bertujuan untuk mengevaluasi dan memberikan umpan balik pada karyawan yang akan mengembangkan karyawan dan juga keefektifan organisasi. Menurut Mangkuprawira (2002), tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

  1. Perbaikan prestasi kerja. Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer, dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka untuk memperbaiki prestasi.
  2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi kinerja membantu para pengambil keputusan untuk menentukan kenaikan upah, pemberian bonus, dan bentuk kompensasi lainnya.
  3. Keputusan-keputusan penempatan. Promosi, transfer, dan demosi biasanya didasarkan pada kinerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap kinerja masa lalu.
  4. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Kinerja yang jelek mungkin menunjukan kebutuhan akan latihan demikian juga prestasi yang baik, mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.
  5. Perencanaan dan pengembangan karier. Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karier yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.
  1. Penyimpangan proses staffing. Kinerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.
  2. Ketidakakuratan informasional. Potensi kerja yang jelek mungkin menunjukan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumber daya manusia atau komponen-komponen sistem informasi manajemen personalia.
  3. Kesalahan-kesalahan dalam desain pekerjaan. Kinerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.
  4. Kesempatan kerja yang adil. Penilaian kinerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
  5. Tantangan-tantangan eksternal. Terkadang kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau masalah pribadi lainnya. Dengan penilaian prestasi kerja, departemen personalia mungkin dapat menawarkan bantuan.

Menurut Dessler (2015), terdapat beberapa manfaat dari penilaian kinerja, yaitu sebagai berikut:

  1. Sebagian besar pekerjaan mendasarkan keputusan bayaran, promosi dan retensi pada penilaian karyawan.
  2. Penilaian memainkan peran sentral dalam proses manajemen kinerja pemberi kerja. Manajemen kinerja berarti secara terus menerus memastikan bahwa kinerja setiap karyawan sesuai dengan sasaran keseluruhan perusahaan.
  3. Penilaian memungkinkan manajer dan bawahannya mengembangkan rencana untuk mengoreksi adanya defisiensi, dan untuk menguatkan kekuatan bawahan.
  4. Penilaian memberikan kesempatan untuk meninjau rencana karier karyawan dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang ditampilkan.
  5. Penilaian memungkinkan penyelia untuk mengindetifikasi adanya kebutuhan akan pelatihan, dan langkah-langkah perbaikan yang dibutuhkan.

Kriteria Penilaian Kinerja 

Ada tiga macam kriteria yang sering digunakan dalam proses penilaian kinerja karyawan, yaitu:

  1. Hasil kerja individu. Jika hasil kerja adalah aspek kerja yang diutamakan pada jabatan tersebut, maka hasil kerja individu dapat dijadikan kriteria penilaian.
  2. Perilaku. Pada banyak jabatan, sulit menentukan keluaran tertentu yang dapat dijadikan kriteria penilaian. Pada jabatan semacam ini, pihak manajemen dapat menggunakan perilaku sebagai kriteria penilaian. Sebab, perilaku merupakan faktor penentu efektivitas kerja karyawan. Perilaku yang dinilai tidak selalu perilaku yang secara langsung berkaitan dengan produktivitas. Yang penting perilaku tersebut membantu efektivitas kerja organisasi.
  3. Traits. Traits adalah karakterisitik individu yang sering tampil dan menggambarkan tingkah laku individu. Traits adalah kriteria penilaian yang paling lemah karena dari ketiga kriteria yang ada, traits adalah yang paling jauh dari performa individu yang sebenarnya. Sifat yang baik atau dapat diharapkan adalah kriteria yang tidak terkait dengan performa kerja. Di dalam interaksi sosial sifat-sifat semacam ini cenderung untuk diperhatikan orang lain, termasuk oleh atasan langsung.

Sedangkan menurut Schuler dan Jackson (2006), terdapat tiga kriteria dalam penilaian kinerja, yaitu:

  1. Kriteria berdasarkan sifat, yaitu memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang karyawan, loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan memimpin. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan apa yang dicapai atau tidak dicapai seseorang dalam pekerjaannya.
  2. Kinerja berdasarkan perilaku, yaitu terfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria ini penting bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal.
  3. Kinerja berdasarkan hasil. Kriteria ini berfokus pada apa yang telah dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan. Kriteria ini sering dikritik karena meninggalkan aspek kritis pekerjaan yang penting seperti kualitas.

Jenis-jenis Metode Penilaian Kerja 

Menurut Mathis dan Jackson (2006), berdasarkan orientasi waktu yang digunakan, penilaian kinerja dibagi menjadi dua yaitu penilaian kinerja berorientasi masa lalu dan masa depan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

 

  • Metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu 

Metode penilaian kinerja yang berorientasi masa lalu (past oriented evaluation methods) dilakukan berdasarkan masa lalu. Dengan mengevaluasi prestasi kinerja di masa lalu, karyawan dapat memperoleh umpan balik dari upaya-upaya mereka. Umpan balik ini selanjutnya bisa mengarah kepada perbaikan-perbaikan prestasi. Teknik-teknik penilaian ini adalah sebagai berikut:

  1. Skala peringkat (rating scale). Penilaian prestasi di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi.
  2. Daftar pertanyaan. Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu memilih pernyataan yang menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.
  3. Metode dengan pilihan terarah. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksakan suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya memiliki nilai yang sama.
  4. Metode peristiwa kritis. Metode ini merupakan pemilihan yang mendasarkan pada catatan yang dibuat penilai atas perilaku karyawan yang sangat kritis, seperti sangat baik atau sangat jelek di dalam melaksanakan pekerjaan.
  5. Metode catatan prestasi. Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan oleh professional.
  6. Skala peringkat dikaitkan dengan tingkah laku. Metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan untuk kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu.
  7. Metode peninjauan lapangan. Penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal prestasi karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.
  8. Tes dan observasi prestasi kerja. Berdasarkan pertimbangan dan keterbatasan, penilaian prestasi dapat didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan, berupa tertulis dan peragaan, syaratnya tes harus valid dan reliabel.
  • Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan 

Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan berfokus pada kinerja masa mendatang dengan mengevaluasi potensi karyawan atau menetapkan sasaran kinerja di masa mendatang secara bersama-sama antara pimpinan dengan karyawan. Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan mencakup:

  1. Penilaian diri sendiri (self appraisal). Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.
  2. Manajemen berdasarkan sasaran (management by objective). Manajemen berdasarkan sasaran merupakan satu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang.
  3. Implikasi penilaian kinerja individu dengan pendekatan MBO (management by objective). MBO digunakan untuk menilai kinerja karyawan berdasarkan keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui konsultasi dengan atasan mereka. Keberhasilan dari penilaian kinerja tergantung pada pendekatan yang konsisten untuk mendapatkan perbandingan hasil, ukuran, dan standar yang jelas, selain penilaian harus bebas dari bias.
  4. Penilaian dengan psikolog. Penilaian dengan menggunakan psikolog untuk melakukan penilaian potensi-potensi yang akan datang, bukan kinerja masa lalu.
  5. Pusat penilaian. Penilaian ini sebagai suatu bentuk penilaian pekerjaan terstandar yang tertumpu pada beragam tipe evaluasi dan beragam penilai. Pusat-pusat penilaian sebagai bentuk standar pekerja yang bertumpu pada tipe-tipe evaluasi dan nilai-nilai ganda.

Permasalahan Penilaian Kinerja 

Menurut Sani dan Masyhuri (2010) dan Mangkuprawira (2002), terdapat beberapa permasalahan dalam proses penilaian kinerja sehingga penilaian di anggap kurang obyektif. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan dalam penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

  • Bias penilai 

Kesalahan yang sering terjadi adalah pada si penilai. Bias penilai tersebut biasanya tidak ada pekerjaan, akan tetapi biasanya pada karakteristik pribadi, seperti usia, jenis kelamin, senioritas, suku/agama, kedekatan dengan pimpinan dan lainnya. Manajemen perlu menghilangkan bias-bias pengawas terhadap individu bawahan atau menangkal bias tersebut selama proses penilaian.

  • Hallo effect 

Hallo effect adalah opini pribadi atau subyektifitas penilaian terhadap yang di nilai. Hal ini dapat terjadi karena penilaian performance yang sesaat. Sebagai contoh, jika seorang penilai menyukai seorang karyawan, maka opini tersebut bisa jadi mengalami distorsi estimasi terhadap kinerja karyawan itu. Masalah ini sering meringankan atau memberatkan ketika para penilai harus menilai karakter kepribadian teman-teman mereka, atau seseorang yang sangat tidak disukainya.

  • Central tendency 

Central tendency adalah kondisi penilaian yang di lakukan tidak secara komprehensif. Penilaian yang di lakukan hanya melihat rata-rata tingkat produktifitas pekerja. Hal ini terjadi karena kurang adanya keakraban antara penilai dan yang dinilai.

  • Leniency (kelunakan) 

Leniency adalah penilaian yang di berikan terlalu lunak/murah, dengan memberikan nilai yang tinggi kepada yang dinilai. Bias kemurahan hati ini seperti itu tidak di kehendaki karena hasilnya para pegawai bakal terlihat lebih dari kenyataan yang sesungguhnya. Pada akhirnya kekurangan keakuratan penilaian ini mengarah kepada perputaran para pegawai yang pindah ke organisasi lain yang sanggup menilai kinerja mereka secara akurat dan memberikan mereka pengakuan yang mendasar.

  • Strictness (keketatan) 

Strictness adalah penilaian kinerja dilakukan secara ketat. Kadang-kadang penilai akan memberikan penilaian yang rendah terhadap kinerja seseorang, meskipun sebenarnya beberapa karyawan kinerjanya di atas rata-rata. Bias-bias keketatan dan kemurahan hati ini dapat di kendalikan atau di hitung dengan 2 cara : (1) dengan mengalokasikan nilai-nilai kedalam distribusi yang dipaksakan (forced distribution), dimana bawahan-bawahan di bagi menurut distribusi nomor, atau (2) dengan mengurangi ambiguitas skala-skala penilaian itu sendiri. Pengurangan ambiguitas ini dilakukan dengan memperbaiki definisi-definisi dari dimensi-dimensi dan menyediakan definisi-definisi untuk berbagai poin skala.

  • Recency 

Recency adalah penilaian yang di lakukan pada saat-saat tertentu, atau sesaat saja. Penilaian ini biasanya dilakukan hanya pada saat-saat yang di anggap oleh tim penilai saat yang tepat untuk di lakukan penilaian. Sehingga penilaian ini tidak di lakukan secara teratur atau rutin, melainkan sesempatnya tim penilai untuk melakukan penilaian. Akibat dari penilaian ini, maka akan sulit untuk menetapkan karyawan yang potensial atau tidak.

 

Baca Artikel Manajemen Lainnya :

 

 

Daftar Pustaka

 

  • Dessler, Gary. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.
  • Sastrohadiwiryo, Siswanto. 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan Administrasi dan Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Mathis, R.L. & Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management: Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.
  • Byars, L.L. dan Rue, L.W. 2006. Human Resource Management. Ney York. MCGraw Hill.
  • Irianto, J. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Surabaya: Insan Cendekia.
  • Mangkuprawira, S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
  • Schuler, R.S., dan Jackson, S.E. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga.
  • Sani, Achmad dan Masyhuri, M. 2010. Metodologi Riset Manajemen Sumber Daya Manusia. Malang: UIN-Maliki Press.

 

Back To Top
Open chat
1
Scan the code
Ada yang Dapat kami bantu Mau Buat Skripsi ? Tesis atau Olah Data ?